Prinsip Komunikasi Dalam Al-Quran Qaulan Sadida (Qs Al-Ahzab 70 : Annisa 9)

      1. MAKNA KATA KOMUNIKASI DALAM AYAT
Qaulan Sadida (QS. An-Nisa ayat 9, Al-Ahzab ayat 70)











“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa: 9)

Abu Ja’far berkata: Pendapat yang representatif sebagai tafsir ayat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa makna firman Allah tersebut adalah,”Hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya mereka meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (anak-anak itu) akan terlantar bila mereka membagikan harta mereka semasa hidup, atau membagikannya sebagai wasiat dari mereka kepada keluarga mereka, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, mereka menyimpan harta mereka untuk anak-anak mereka, karena mereka takut anak-anak mereka akan terlantar sepeninggal mereka, di samping (karena kondisi) anak-anak mereka itu (memang) lemah dan tidak mampu memenuhi tuntutan. Itulah sebabnya mereka harus memerintahkan orang yang mereka hadiri (maksudnya orang yang akan memberikan wasiat) saat memberikan wasiat untuk kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan yang lainnya agar berlaku adil terhadap hartanya, takut kepada Allah, serta mengatakan perkataan yang benar, yaitu memberitahukan kepada orang yang akan memberikan wasiat tentang apa-apa yang telah Allah bolehkan bagi dirinya, yaitu boleh memberikan wasiat, dan apa-apa yang telah Allah pilihkan untuknya yakni (harus memberikan wasiat tersebut kepada) orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-kitabNya dan syariat-syariat-Nya.

Pendapat tersebut paling representatif sebagai tafsir ayat tersebut daripada beberapa pendapat lainnya, karena alasan yang telah dikemukakan tadi, yaitu bahwa makna firman Allah,


”Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”adalah, “Apabila kerabat, anak yatim, dan orang miskin, hadir sewaktu pembagian (harta), maka berilah mereka bagian dari harta itu.”Makna ini sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami kemukakan.

Apabila makna tersebut merupakan makna bagi firman Allah,

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin...” maka seharusnya firman Allah Ta’ala,

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan sebuah pembelajaran dari Allah kepada hamba-hambaNya dalam persoalan wasiat, yakni agar disesuaikan dengan ketentuan yang telah Allah izinkan bagi mereka dalam masalah itu, sebab firman Allah,

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang...” merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang berbicara tentang hukum wasiat. Dalam hal ini pendapat atau penafsiran yang telah kami kemukakan merupakan makna yang paling kuat untuk firman Allah tersebut. Dengan demikian, menyamakan hukum yang terkandung dalam firman Allah tersebut (maksudnya walyakhsya...) dengan hukum yang terkandung dalam ayat sebelumnya adalah lebih baik karena makna keduanya hampir sama daripada menyamakan hukum dalam firman Allah tersebut kepada hukum yang terkandung dalam firman Allah yang lain, yang tidak ada kesamaan dalam hal makna.

Pengertian yang telah dikemukakan sebagai penafsiran firman Allah, “Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar,” juga dikemukakan oleh orang-orang yang pendapatnya telah disebutkan pada awal penafsiran ayat ini.

Sebagaimana disebutkan dalam literatur-literatur Islam, memakan harta anak-anak yatim memiliki efek di dunia dan akhirat. Di dunia, ayat ini mengisyarakatkan bahwa kerusakan yang disebabkannya sampai kepada anak keturunan; dan di akhirat, akan ada api neraka ( yang disebutkan dalam ayat berikutnya).

 Makna dari ayat ini mungkin merujuk kepada wasiat-wasiat atau pewarisan yang tidak wajar, bahwa mereka mewarisi atau menghabiskan semua harta yang mereka miliki tanpa memikirkan anak-anak mereka yang masih kecil dan lemah, yang hidup dalam kemiskinan dan kemalangan setelah kematian mereka.
Sekali lagi, ayat ini bisa menjadi sebuah rekomendasi bagi mereka yang memiliki keturunan yang cacat, agar dengan perencanaan yang tepat, mereka menjamin masa depan anak-anak (yang cacat) tersebut.
(QS. Al-Ahzab: 70)





Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.

Allah Ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman agar selalu bertakwa kepada-Nya, agar beribadah kepada-Nya seakan-akan mereka melihat-Nya, dan agar mereka berkata dengan “Perkataan yang benar.” [70]. Yaitu perkataan yang lurus, tidak ada kebengkokan dan penyimpangan padanya. Allah Ta’ala menjanjikan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah melakukan hal tersebut, niscaya Dia akan memberi balasan kepada mereka. Allah Ta’ala akan memperbaiki amalan-amalan mereka, yaitu Dia akan memberikan taufik kepada mereka untuk mengerjakan amalan-amalan yang shahih, dan Dia akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu. Adapun dosa-dosa yang mungkin terjadi dari mereka pada masa yang akan datang, maka Allah Ta’ala akan mengilhamkan mereka untuk segera bertaubat darinya.

Ayat ini sudah sangat jelas di tujukan kepada orang-orang beriman (kamu muslimin). Menganjurkan dan memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk bertakwa kepada Tuhan dengan sebenar-benarnya yaitu menjauhi segala larangan dan menjalankan segala perintah Agama dengan sungguh-sungguh baik dalam keadaan lapang maupun susah.

Anjuran dan perintah dari Allah bahwa hendaknya kaum muslimin senantiasa mengatakan sesuatu secara jujur. Kewajiban mengatakan kebenaran walau terasa pahit dan hanya berkata tentang suatu kebenaran. Tidak mengatakan sesuatu yang tidak berdasar apalagi berbohong, itu merupakan perbuatan yang mungkar

Jika 2 hal yang di sebut di atas benar-benar di laksanakan dengan hanya mengharap ridho Allah, niscaya (pasti) Allah akan melimpahkan kebaikan terhadap apa yang sudah kita amalkan dan insyaAllah menyempurnakan amalan kebaikan kita. Jika amalan2 baik kita diterima Allah tentunya amalan2 baik itu akan menghapus dosa2 kita dan juga insyaAllah akan menambah berat timbangan kebaikan kita di akhirat kelak. Kita serahkan urusan itu sepenuhnya ke pada Allah AzzaWaJalla

Allah menginformasikan kepada kita bahwa siapa saja dari umat Nya yang menaati Nya dan menaati RasulNya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya ia (umat) telah memperoleh kemenangan yang besar. Wujud dari kemenangan ini sangatlah bermacam-macam. Ada yang menang dari medan pertempuran, ada yang mendapatkan solusi dari segala persoalan, ada yang mendapat rezeki, kebahagiaan dan rahmat bisa juga kemenangan secara hakiki yaitu mendapatkan Surganya. Aamiin

2. TERAPKAN DALAM UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
a.       KOMUNIKATOR
Qaulansadida  menjelaskan bahwa pembicaraan komunikator harus benar (sesuai dengan Al Qur’an, sunah dan ilmu), jujur, lurus (menuju kebaikan dan kemaslahatan), tidak bohong, dan tidak berbelit-belit.
b.      KOMUNIKAN
Penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respons. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
c.       PESAN
QaulanSadida menurut pemaparan atau arti dari surat di atas yaitu suatu pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).
d.      MEDIA
Untuk menjelaskan sesuatu yang dimaksud diperlukan media yang dalam hal ini adalah  bahasa. Ungkapan al-Quran yang berbunyi' 'allamahul bayan' menurut para mufassir bermakna Allah telah mengajari manusia kemampuan berbahasa. Hal ini juga ditegaskan oleh Allah dalam surat alBaqarah ayat 31 bahwa Allah telah mengajarkan nama-nama kepada Adam. Pengertian nama-nama pada ayat tersebut bermakna bahasa.
e.       EFEK
Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan pesan. Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feedback) atau tindakan sesuai dengan pesan yang diterima.

3. TEORI KOMUNIKASI YANG SESUAI
Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.

Serta ada suatu pendapat dari seorang ilmuwan yaitu yang bernama; AlferdKorzybski, peletak dasar teori general semantis menyatakan bahwa penyakit jiwa, baik individual maupun sosial, timbul karena penggunaan bahasa yang tidak benar. Ada beberapa cara menutup kebenaran dengan komunikasi. Pertama, menggunakan kata-kata yang sangat abstrak, ambigu, atau menimbulkan penafsiran yang sangat berlainan apabila kita tidak setuju dengan pandangan kawan kita. Kedua, menciptakan istilah yang diberi makna lain berupa eufemisme atau pemutarbalikan makna terjadi bila kata-kata yang digunakan sudah diberi makna yang sama sekali bertentangan dengan makna yang lazim.

Menurut BarrieHopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapisituasi tertentu.

Menurut Brolyazin (1989) mengartikan lebih sederhana yaitu bahwa kecakapan hidup merupakan interaksi dari berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri.

Menurut Kent Davis (2000:1) kecakapan hidup adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.

4. METODE
Metode atau cara penyampaiannya, yakni dengan wahana-wahana yang baik, positif (allatihiyaahsan), semacam diskusi, bertukar gagasan, sharing, “curhat”, dan lain sebagainya, sehingga memungkinkan anak untuk berekspresi, berpikir, dan berpendapat secara bebas, kreatif, dan mandiri.

Dengan cara ini, anak akan terlatih untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan keinginannya, minat dan bakatnya, bukan lagi semata-mata bergantung pada pikiran dan tindakan orang lain. Anak akan segera memasuki kedewasaan, dan dalam pikirannya dia sudah mengidealkan untuk menjadi “manusia yang sesungguhnya”, yang mempunyai pilihan-pilihan sikap dan tindakan yang mandiri dan bertanggung jawab. Sebab, fase akil balig juga terkait erat dengan tamyiz, bahwa si anak kini sudah bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, dan karenanya kini dia disebut mukallaf, “yang terbebani”, artinya bahwa baik atau buruk perbuatannya, surga atau neraka ganjarannya, ia sendiri yang akan bertanggungjawab, baik di hadapan manusia atau Allah kelak.

Itulah tujuh tahapan, atau momentum, QaulanSadida, yang bersinergi secara kronologis dari semenjak “di atas ranjang” hingga anak-anak kita menggapai keremajaan. Semoga anak-anak kita menjadi “generasi yang kuat” (dzurriyyahqawiyyah), generasi yang berkarakter, bukan “generasi yang lemah” (dzurriyyatandli’afan), generasi yang tidak berkarakter sebagaimana dikhawatirkan Al-Qur’an dalam surat al-Nisa’: 9 di atas. Amin. Wallahua’lam.

Metode ceramah, maka didapatkan adanya perhatian terhadap cara penyampaian dalam pembelajaran, menggunakan kata-kata yang benar, didengar, dan menjadi perhatian, sebab kata-kata bagaikan pedang.

Metode yang efektif dalam menyampaikan pesan kebenaran ini dikala kemungkaran telah merajalela. Teringat lagi firman-Nya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. AnNahl: 125).
Maka dengan demikian menjadi cukup jelas, mari kita menyeru dengan hikmah, dan di bawah ini akan saya paparkan sedikit tentang metode menyampaikan kebenaran dengan hikmah ini.
Mengutip taujih dari K.HHilmiAminuddin dalam Majalah Al Intima’ edisi Februari 2012 kemarin. Di sana beliau mengungkapkan bahwa memperhatikan idealitas, rasionalitas dan realitas dalam berdakwah itu sangat penting. Memperhatikan realitas saja akan melahirkan pragmatis, memperhatikan idealitas saja akan menghasilkan sikap perfeksionis tetapi tidak bisa dilaksanakan, dan ketika memperhatikan rasionalitas saja akan menghasilkan sebuah teori tok, tidak lebih.
Kita sepatutnya harus dapat mengkomunikasikan rencana kita baik internal maupun eksternal. Kemampuan mengkomunikasikan ini intinya terletak pada qudrahmuqotobah: qaulansadida atau kalimat yang tepat. Kalimat tersebut bisa saja bernilai tegas, lembut, sindiran, dan lain-lain. Namun patokannya hanya ada dua:
  • Khatibunnas ‘ala qadriuqulihim (Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar intelektualitasnya)
  • Khatibunnas ‘ala lughotihim (Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan gaya bahasa mereka)


Sebagai seorang da’i tentunya kita harus memilih qaulansadida melalui pendekatan intelektual, budaya atau sosial. Pertama-tama akuilah keberadaannya, kemudian cari cara yang tepat untuk mendekatinya, dan sampaikan inti dari pesan kebenaran tersebut secara perlahan-lahan. Dalam Al Qur’an juga sudah mencontohkan beberapa seruan, yakni ada yaaayyuhannas dan juga yaaayyuhalladziinaaamanu. Dengan pemilihan kata yang tepat akan mampu menghasilkan kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain, dan yang lebih besar lagi, ampunan dari Allah SubhanahuWata’ala.
WallahuA’lamBisshowab.

 5.  TEKNIK
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa komunikasi efektif terjadi apabila suatu pesan yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Karena itu, dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi verbal dalam forum formal, diperlukan langkah-langkah yang tepat. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memahami maksud dan tujuan berkomunikasi.
2. Mengenali komunikan.
3. Berorientasi pada tema komunikasi.
4. Menyampaikan pesan dengan jelas.
5. Menggunakan alat bantu yang sesuai.
6. Menjadi pendengar yang baik.
7. Memusatkan perhatian.
8. Menghindari terjadinya gangguan.
9. Membuat suasana menyenangkan.
10. Memanfaatkan bahasa tubuh dengan benar.

6. KONTEKS KOMUNIKASI
Perkataan QaulanSadida diungkapkan Al-Quran dalam konteks pembicaraan mengenai wasiat. Menurut beberapa ahli tafsir seperti Hamka, At-Thabari, Al- Baghawi, Al-Maraghi dan Al-Buruswi bahwa QaulanSadida dari segi konteks ayat mengandung makna kekhawatiran dan kecemasan seorang pemberi wasiat terhadap anak-anaknya yang digambarkan dalam bentuk ucapan-ucapan yang lemah lembut (halus), jelas, jujur, tepat, baik, dan adil. Lemah lembut artinya cara penyampaian menggambarkan kasih sayang yang diungkapkan dengan kata-kata yang lemah lembut. Jelas mengandung arti terang sehingga ucapan itu tak ada penafsiran lain. Jujur artinya transparan, apa adanya, tak ada yang disembunyikan.

QaulanSadida berarti jelas, jernih, terang. Dalam Al-Quran, konteks qaulansadida diungkapkan pada pembahasan mengenai wasiat (QS an-Nisa [4]: 9) dan tentang buhtan (tuduhan tanpa bukti) yang dilakukan kaum Nabi Musa kepada Nabi Musa (QS al-Ahzab [33]: 70).

Dari kedua konteks ayatnya, qaulansadida merupakan perkataan yang jelas, tidak meninggalkan keraguan, meyakinkan pendengar, dan perkataan yang benar tidak mengada-ada (buhtan: tuduhan tanpa bukti).
Serta komunikasi didalam bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan menggunakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).


Ungkapan qaulansadida dalam al-Quran terdapat pada dua tempat, yaitu pada surat  an-Nisa 9 dan al-Ahzab 70. Perkataan qaulansadida diungkapkan al-Quran dalam konteks pembicaraan mengenai wasiat. Hamka (1987:274) menafsirkan kata qaulansadida berdasarkan konteks ayat, yaitu dalam konteks mengatur wasiat. Untuk itu, orang yang memberi wasiat harus menggunakan kata-kata yang jelas dan jitu; tidak
meninggalkan keragu-raguan bagi orang yang ditinggalkan. Sedangkan ketika beliau menafsirkan qaulansadida pada Q.Sal-Ahzab beliau berkata bahwa ungkapan tersebut bermakna ucapan yang tepat yang timbul dari hati yang bersih, sebab ucapan adalah gambaran dari apa yang ada di dalam hati. Orang yang mengucapkan kata-kata yang dapat menyakiti orang lain menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki jiwa yang tidak jujur. Rahmat (1994:77) mengungkap makna qaulansadida dalam arti pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak sombong, tidak berbelit-belit. Senada dengan itu, at-Tabari (1988:Juz III:273) menafsirkan kata qaulansadida dengan makna adil. Al Buruswi (1996:Juz IV:447) menyebutkan qaulansadida dalam konteks tutur kata kepada anak anak yatim yang harus dilakukan dengan cara yang lebih baik dan penuh kasih sayang, seperti kasih sayang kepada anak sendiri.

Dari kajian tersebut dapat ditarik beberapa prinsip tindak tutur qurani, yaitu
bahwa ucapan seseorang mestilah memiliki nilai-nilai sbb: 1) kebenaran,
2) kejujuran,3)keadilan, 4) kebaikan, 5) lurus, 6) halus, 7) sopan, 8) pantas,
9) penghargaan, 10)khidmat, 11) optimisme, 12) indah, 13) menyenangkan,
14) logis, 15) fasih, 16) terang,17) tepat, 18) menyentuh hati, 19) selaras,
20) mengesankan, 21) tenang, 22) efektif, 23)lunak, 24) dermawan,
25) lemah lembut, dan 26) rendah hati.

Daftar Pustaka

----------------  Al Quranul Karim
AbdalBaqi, Muhammad F. (1988) Al-Mu’jamal-Mufahraslialfadzal-quranal-karim, Mesir: Dar elHadits.
Al-Asfahany. (t.t) Mu’jammufradatialfadzal-Quran, Beirut: Dar el-Fikr.
Al-Baghawy, Muhammad (t.t) Tafsir al-AhkamKhazin, Beirut: Al-Maktabahat-
Tijariyah.
Al-Buruswi, Ismail H. (1996). Terjemah Tafsir Ruhul Bayan Juz 5. Bandung: CV
Diponegoro
Chaer, Abdul (1994) Linguistik Umum, Rineka Cipta : Jakarta
Fatimah, T., (1999) Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, Eresco : Bandung
Hamka, (1987) Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Bulan Bintang.
Maraghi, Ahmad Musthofa (1971) Tafsir al-Maraghy, DarulFikr : beirut.
Pateda, Mansur (1989) Semantik Leksikal, Nusa Indah : Flores
Shiddiqie, T.M.Hasbi (1977) Tafsirul Bayan I dan II, Al Ma’arif : Bandung
Thabari, Abu ja’far bin jarir (1988) Jami’ul Bayan fita’wiliayyil Quran, DarulFikr: Beirut.
Tarigan, Henry Guntur (1993) Pengantar Semantik, Angkasa : Bandung

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Prinsip Komunikasi Dalam Al-Quran Qaulan Sadida (Qs Al-Ahzab 70 : Annisa 9)"

Posting Komentar