Ontologi Dalam Komunikasi Perspektif Islam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paham manusia pada zaman dahulu memiliki anggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh dewa, oleh karenanya para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio. Perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi ontologi yang besar. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya (makromos) maupun di alam manusia (mikromos).
Filsafat ilmu muncul atau ada karena manusia ingin mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi boomerang bagi kehidupan umat manusia. Disamping itu salah satu tujuan filsafat ilmu adalah untuk mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan. Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu berusaha untuk menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu prosedur-prosedur pengamatan, pola argument, motode penyajian, penghitungan, peramalan metafisik dan mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika formal, metodologi praktis dan metafisika.
Secara ringkas ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Ontologi juga merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada, baik berupa wujud fisik (Al-Thobi’ah) maupun metafisik (Ma Ba’da Al-Thobiah). Perkembangan teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan teknologi telah mengantarkan umat manusia semakin mudah untuk berhubungan satu sama lain. berbagai informasi dan peristiwa yang terjadi dibelahan dunia secara cepat dapat diketahui oleh manusia pada benua yang lain. Era globalisasi yang ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi disebut juga dengan era informasi.
Terdorong oleh nalurinya sebagai homo sapiens (makhluk berfikir), maka manusia selalu cenderung untuk berfikir dan melakukan perenungan. Kecenderungan tersebut merupakan motivasi yang lahir dari keinginan-keinginan untuk menata kehidupan yang lebih baik secara dinamis dalam menyikapi statusnya sebagai makhluk yang mempunyai kecenderungan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini kemudian memaksa manusia ingin berkomunikasi. Terkait dengan permasalahan komunikasi tersebut, pada dasarnya Al-Quran sudah menyuguhkan komunikasi yang efektif sebagai sebuah prinsip-prinsip dasar yang baik. Dimana didalamnya akan ditemukan pola komunikasi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keIslaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan).Dakwah merupakan bagian dari aktivitas hidup sehari-hari, seperti yang diungkapkan oleh Amrullah Ahmad bahwa dakwah itu pada hakekatnya merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya agama Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.
Komunikasi merupakan kebutuhan hakiki bagi setiap manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Karena pada dasarnya manusia itu selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Manusia itu harus menjalin hubungan. Dengan adanya menjalin hubungan antara manusia sudah dengan sendirinya komunikasi itu berbentuk. Sejak lahir pun manusia sudah menunjukkan komunikasi dengan adanya gerak dan tangisnya saat dilahirkan.
1.2 Perumusan Masalah
Dari pembahasan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa itu ontologi?
2. Apa itu komunikasi?
3. Dalil apa yang mendasari terjadinya komunikasi?
4. Apa yang mendorong kita melakukan komunikasi?
5. Apa perbedaan komunikasi umum dengan komunikasi Islam?
6. Bagaimana komunikasi Islam bila ditinjau dari ontologinya
7. Mengapa manusia memerlukan komunikasi Islam?
8. Adakah etika yang mengatur manusia dalam berkomunikasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui apa itu ontologi
2. Menjelaskan apa itu komunikasi?
3. Menjelaskan tentang dalil yang mendasari terjadinya komunikasi
4. Menjelaskan apa faktor pendorong terjadinya komunikasi
5. Menjelaskan bagaimana komunikasi Islam bila ditinjau dari ontologinya
6. Mendeskripsikan perbedaan komunikasi umum dengan komunikasi Islam
7. Mengetahui dan menganalisis mengapa manusia memerlukaan komunikasi Islam
8. Menjelaskan etika-etika berkomunikasi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ontologi
Dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu meliputi tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistimologi, dan dimensi aksiologi. Ketiganya merupakan cakupan yang meliputi dari keseluruhan-keseluruhan pemikiran kefilsafatan. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari yunani, yaitu on=being, dan logos=logic. Jadi, ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). [Amsal Bakhtiar, 2007:132].
Ontologi juga membahas tentang yang ada melalui pemikiran universal, dan berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, menjelaskan yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”. [Jujun S. Suriasumantri, 1985:5]
2.2 Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Komunikasi pada hakekatnya adalah kesamaan makna terhadap apa yang diperbincangkan. Dimana kesamaan bahasa yang digunakan dalam sebuah percakapan belum tentu menimbulkan kesamaan makna.. Dengan kata lain mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Artinya komunikasi efektif minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat, dan yang paling penting lagi adalah orang lain bersedia menerima faham atau keyakinan, melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan lain dari hasil komunikasi tersebut.
Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keIslaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keIslaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syari’ah (Islam), dan akhlak (ihsan).
2.3 Faktor Pendorong Terjadinya Komunikasi
Terdorong oleh nalurinya sebagai homo sapiens (makhluk berfikir), maka manusia selalu cenderung untuk berfikir dan melakukan perenungan. Kecenderungan tersebut merupakan motivasi yang lahir dari keinginan-keinginan untuk menata kehidupan yang lebih baik secara dinamis dalam menyikapi statusnya sebagai makhluk yang mempunyai kecenderungan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini kemudian memaksa manusia ingin berkomunikasi.
Adapun yang mendorong manusia melakukan komunikasi salah satunya adalah:
•Menginformasikan; Islam menganjurkan pesan agama kepada orang lain.
•Mendidik, Islam mengutamakan pendidikan sebagaimana permulaan turunnya wahyu mengisyaratkan pendidikan.
•Menghibur, Islam sangat suka dengan seni.
•Mempengaruhi, Islam menganjurkan agar manusia dapat mengubah sikap menjadi lebih baik.
2.4 Perbedaan Komunikasi Umum Dengan Komunikasi Islam
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keIslaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keIslaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan).
2.5 Komunikasi Islam Ditinjau Dari Ontologi
Aspek ontologi komunikasi prespektif Islam yakni merupakan bagaimana mencari hakikat kajian komunikasi dalam ranah Islam secara lebih jelas. Komunikasi dalam prespektif Islam sendiri merupakan suatu hal yang fitrah dalam diri seseorang, dimana setiap manusia diberikan keistimewaaan dapat berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal. Sedangkan isi dari komunikasi tersebut, kembali kepada masing-masing individu. Namun dalam lingkup komunikasi presfektif Islam, dimana pesan yang disampaikan mengandung-nilai-nilai keIslaman yang berlandaskan Al-Quran dan al-hadis.
2.6 Mengapa Manusia Memerlukan Komunikasi Islam
Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Jika orang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya ia akan merasa terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh dari keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi.
Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab, mengapa manusia perlu berkomunikasi:
1) Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat menghadapi segala ancaman yang akan menimpa alam sekitarnya. Bahkan dengan komunikasi manusia dapat mengembangkan pengetahuannya dengan cara belajar dari pengalaman ataupun informasi yang didapat dari lingkungannya.
2) Upaya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat itu adalah bagaimana selanjutnya beradaptasi dengan lingkungannya penyesuaian ini dilakukan agar manusia hidup dalam suasana yang harmonis.
3) Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya, maka mereka dituntut untuk melakukan pewarisan nilai-nilai yang ada. Misalnya bagaimana orang tua mengajarkan tata karma yang baik kepada anaknya.
2.7 Etika Berkomunikasi
Ahmad Sufyan Che Abdullah dalam tulisannya “Beberapa Kaedah Komunikasi Islam: Menjamin Produktiviti Kerja” menyederhanakan prinsip-prinsip komunikasi Islam menjadi 5 (lima) saja, yaitu prinsip-prinsip ketepatan fakta, penyesuaian dengan penerima informasi, kekuatan bahasa dan kemahiran dalam menyampaikan informasi, bijaksana/hikmah, dan takwa.
1. Pertama: Ketepatan Fakta. Kaedah yang pertama dalam sistem komunikasi Islam ialah prinsip ketepatan fakta dalam penyampaian sesuatu informasi. Dalam Islam, fakta-fakta yang diterima hendaklah disaring dan diuji kebenarannya sebelum disampaikan kepada orang lain. Tugas menerima dan terus menyebarkan fakta kepada orang lain tanpa memeriksa dahulu ketepatan informasi adalah jelas menyalahi ajaran Islam. Maksud firman Allah di dalam Alquran berikut jelas menunjukkan betapa pentingnya selektifitas dan pengujian keabsahan informasi yang diterima: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan” (Qs. al-Hujurāt, ayat 6). Fakta-fakta hendaklah disahkan daripada sumber berautoriti sebelum disebarkan kepada orang lain. Dengan cara ini, organisasi boleh mengawal komunikasi ‘grapevine’ daripada menyebarkan spekulasi yang lebih banyak memberikan kesan buruk berbanding kesan yang baik. Dalam kes ini juga, maklumat-maklumat yang masih spekulatif atau semata-mata sangkaan wajar dielakkan daripada disebarkan. Firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari maklumat berupa sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa” (Qs. al-Hujurāt, ayat 12). Dengan ini, hanya maklumat-maklumat yang benar sahaja yang tersebar dan keadaan ini akan memantapkan lagi operasi sesebuah organisasi.
2. Kedua Memilih Informasi Yang Sesuai Dengan Penerimanya. Kaedah kedua dalam komunikasi ialah pemilihan terhadap informasi yang ada sebelum disebarkan kepada orang lain. Jika anda seorang komunikator, tidak semua informasi yang anda terima perlu disebarkan, tetapi ketepatan memilih informasi berasaskan fungsi yang boleh dilakukan oleh penerima informasi. Informasi yang tepat, jika diberikan kepada penerima yang tidak tepat akan menyebabkan kesalahan dalam pengamalannya. Jika dilihat dalam sejarah Rasulullah, bagaimana beliau berkomunikasi dengan pelbagai jenis dan tingkatan manusia, adakalanya beliau menjelaskan perkara yang sama dengan informasi/pesan yang berbeda-beda, sesuai dengan fungsi yang dapat diamalkan oleh penerima tersebut. Dalam suatu keadaan Rasulullah menyatakan sebaik-baik amalan ialah beriman kepada Allah (HR. Bukhāri) dan dalam situasi yang lain Rasulullah menyatakan sebaik-baik amalan ialah mengerjakan sembahyang dalam waktunya dan berbuat baik kepada ibu bapa (HR. Bukhāri). Menurut seorang penulis, Stephen P. Robbin, kesalahan dalam memilih saluran dan informasi/pesan akan menjadi penghalang terbangunnya komunikasi efektif dan akan sangat mengganggu perjalanan sebuah organisasi. Seseorang yang menjadi komunikator/penyampai informasi perlu memilih pesan yang sesuai, atau memilih penerima yang sesuai untuk menerima pesan dimaksud.
3. Ketiga Dalam Komunikasi Islam adalah Penggunaan Bahasa Yang Jelas dan Mudah Dipahami. Penggunaan bahasa yang jelas dan mudah dipahami merupakan salah satu daripada kaedah komunikasi yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah. Dalam kisah dakwah Nabi Musa yang dijelaskan oleh Alquran, Nabi Musa pernah meminta kepada Allah, “Dan lepaskanlah simpulan dari lidahku, supaya mereka paham perkataanku; dan jadikanlah bagiku, seorang penyokong dari keluargaku. Yaitu Harun saudaraku” Qs. Tā ha: 27-30). Dari kisah ini, menurut Dr. Iqbal Yunus, dapat dipahami bahawa komunikasi efektif memerlukan kemahiran berbicara untuk menyampaikan pesan dengan jelas kepada penerima. Oleh karena itu, jika ingin menjadi komunikator yang baik, maka harus melatih diri supaya pandai menempatkan kata-kata dalam berbicara, sebagaimana Nabi Musa meminta Harun membantunya berdakwah kepada Fir’aun.
4. Keempat adalah Bijaksana Dalam Berkomunikasi. Islam juga meletakkan prinsip hikmah dalam berkomunikasi. Firman Allah di dalam Alquran: “Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan penuh hikmah kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berdebatlah/berdiskusilah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik” (Qs. an-Nahl: 125). Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam salah satu kuliah Ramadan beliau menguraikan bahwa ayat ini memberi panduan dalam berkomunikasi dengan mereka yang sealiran dan yang tidak sealiran. Di mana-mana organisasi sering terjadi konflik. Maka Allah menyeru agar berbicara dengan penuh hikmah dengan memberi pengajaran yang baik kepada mereka yang sealiran dengan kita, apabila bertukar pikiran dan berdebat dengan cara terbaik pula dengan mereka yang berkonflik dengan kita. Konflik tidak boleh dibiarkan berlalu tetapi perlu diselesaikan dengan cara komunikasi yang baik dan bijaksana.
5. Kelima adalah Takwa. Dalam organisasi, sistem komunikasi yang baik adalah dengan menggunakan berbagai saluran, baik saluran yang resmi maupun saluran yang tidak resmi. Problem biasanya akan lebih sering terjadi apabila saluran komunikasi tidak resmi tidak dikawal dengan nilai dan etika. Itulah sebabnya Islam meletakkan takwa sebagai salah satu kaedah atau prinsip yang sangat penting dalam berkomunikasi. Hal ini disebaban dalam organisasi ada pluralitas seperti perbedaan suku, budaya, pola pendidikan, watak, dan sebagainya, tetapi dengan adanya takwa, maka setiap individu akan menjaga batas-batas komunikasi mereka secara lebih berkesan. Firman Allah: “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah di antara kamu ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahuai.” (Qs. al-Hujurāt, ayat 13). Takwa berarti senantiasa mengambil langkah berhati-hati dalam melalukan segala sesuatu dengan menjauhkan diri dari perbuatan atau perkataan yang menimbulkan dosa dan sifat tercela. Islam mencela sifat memburuk-burukkan bangsa dan suku lain (Qs. al-Hujurāt, ayat 11), juga mengumpat dan membuka aib orang lain di depan umum (Qs. al-Hujurāt, ayat 12).
Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni:
1. Qaulan Sadida
Sadied menurut bahasa berarti yang benar, tepat. Al-Qosyani menafsirkan Qaulan Sadida dengan : kata yang lurus (qowiman); kata yang benar (Haqqan); kata yang betul, correct,tepat (Shawaban). Al- Qasyani berkata bahwa sadad dalam dalam pembicaraan berarti berkata dengan kejujuran dan dengan kebenaran dari situlah terletak unsur segala kebahagiaan, dan pangkal dari segala kesempurnaan; karena yang demikian itu berasal dari kemurnian hati. Dalam lisanul A’rab Ibnu Manzur berkata bahwa kata sadied yang dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti sebagai sasaran.
2. Qaulan Baligha (Perkataan Yang Membekas Pada Jiwa)
Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
3. Qaulan Ma’rufa (Perkataan Yang Baik)
Jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau kuat terhadap orang-orang miskin atau lemah.qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermanfaat memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan terhadap kesulitan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material,kita harus dapat membantu psikologi
4. Qaulan Karima (Perkataan Yang Mulia)
Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri,yankni hormat dan tidak kasar kepadanya,karena manusia meskipun telah mencapai usia lanjut,bisa saja berbuat salah atau melakukan hal-hal yang sasat menurutukuran agama. Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.
5. Qaulan Layyinan (Perkataan Yang Lembut)
Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh. Dalam berdoa pun Allah memerintahkan agar kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55).
6. Qaulan Maisura (Perkataan Yang Ringan)
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).
Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam Al-Isra. Kalimat maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan maisura adalah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa Komunikasi, qaulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura yang artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlukan dalil naqli maupun argument-argumen logika.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 kesimpulan
Setelah penulis memaparkan tentang komunikasi Islam, maka berikut ini beberapa kesimpulan yang dapat penulis kemukakan:
• Komunikasi adalah sebuah aktivitas yang senantiasa kita lakukan baik di rumah, di kampus, di kantor, di mesjid dan lain-lain. Oleh karena itu dalam proses komunikasi harus memegang prinsip komunikasi yang efektif sehingga apa yang dimaksudnya dapat diterima oleh orang lain.
• Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupa manusia, oleh karena itu dalam pelaksanaannya membutuhkan sikap yang sopan, jujur, benar, lembut sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh khalayak atau masyarakat.
• Komunikasi adalah sebuah kebutuhan manusia yang sangat urgen sifatnya, sebab dalam perjalanan hidupnya manusia tidak lepas dari interaksi dengan sesamanya. Proses hubungan ini membutuhkan cara-cara yang efektif demi terciptanya komunikasi yang berdayaguna dan berhasil.
0 Response to "Ontologi Dalam Komunikasi Perspektif Islam"
Posting Komentar