Nasionalisme 2
Nasionalisme adalah sebuah kata yang tidak asing lagi
terdengar di telinga kita, karena pada dasarnya nasionalisme sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Beberapa
studi kasus tentang nasionalisme sudah sering terjadi, sebagai contoh di
Skotlandia. Skotlandia adalah negara
yang telah berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Inggris selama 300 tahun lamanya telah menguasai Skotlandia. Kini Skotlandia telah
bebas dan merdeka. Kemerdekaan dapat terjadi karena di Skotlandia mengadakan
referendum dengan cara pemilihan langsung (voting),
dengan hasil lima puluh satu persen (51 %) rakyat memilih untuk bebas dan pisah
dari Britania Raya.
Berdasarkan studi kasus tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua hal penting, yaitu kesatuan wilayah yang harus
dipertahankan dan kekuasaan rakyat yang dibentuk atas semangat persatuan
ternyata dapat menentukan arah, tujuan, serta cita-cita suatu bangsa. Adanya
semangat persatuan pada rakyat Skotlandia memperlihatkan telah terjadi nasionalisme di
antara mereka. Apabila ditarik pada jaman kekinian, maka nasionalisme tersebut
dapat menjadi modal besar dan utama untuk menjaga
eksistensi dan menjaga
konsistensi dari kedaulatan suatu negara. Hal tersebut menjadi perlu karena dengan
adanya sikap nasionalisme yang tinggi maka akan mewujudkan kedaulatan bangsa
yang kuat.
Salah satu yang harus ditumbuhkan sikap nasionalismenya
adalah generasi muda, karena merekalah kelak yang akan membawa bangsa ke depan.
Melihat sejarah tentang bagaimana nasionalisme terbentuk di Indonesia maka
generasi muda akan mendapatkan sebuah gambaran dan akan mengetahui maksud dari
terbentuknya nasionalisme Indonesia.
Penggambaran Benedict Anderson melalui komunitas-komunitas terbayangnya melihat dan memahami studi
kasus yang telah disajikan sebelumnya merupakan semangat persatuan atau
kebangsaan yang dalam hal ini nasionalisme
adalah sesuatu yang abstrak. Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa bangsa adalah
sesuatu yang terbayang, karena persatuan yang telah terbangun mengalami benturan dengan
dimensi ruang dan waktu dalam wadah bangsa. Nasionalisme merupakan semangat
kebangsaan atau persatuan dalam perkembangannya dijadikan sebuah paham yang
menempatkan persatuan dari berbagai elemen sebagai sesuatu yang vital ada dalam
jiwa setiap individu yang bernaung dalam suatu komunitas. Keadaan semacam
itulah yang telah diterima menjadi sebutan ideal dalam bentuk komunitas yang
lebih besar. Melihat kajian tersebut, dalam kajian ini perlu diberikan
penjelasan khusus mengenai pengertian nasionalisme dari berbagai macam ahli,
yang diawali dengan pemahaman terhadap istilah
“bangsa”.
Menurut Mochtar Pabotinggi pengertian bangsa dan nation itu berbeda. Bangsa adalah kolektivitas sosiologis, sementara
nation adalah kolektivitas politik.
Perbedaan istilah bangsa dan nation bagi
Daniel Dhakidae tidak mudah untuk diterima dan sulit untuk
dibuat nalarnya. Pemahaman mengenai bangsa dan nation agar mudah untuk dipahami, Daniel Dhakidae membuat
pengertian pembanding dengan
menggunakan analisis Karl Mark yang menyebutkan bahwa rakyat adalah seorang
yang senantiasa berhubungan dengan kekuasaan, dimana kedaulatan dipegang oleh
raja dan menyamakan rakyat dengan kuda-kudanya.
Berdasarkan analisis Karl Mark, nation dianggap tidak memiliki hubungan tersebut. Hal itu dapat
terjadi karena nation dianggap
sebagai komunitas yang mempunyai kedaulatan, sedangkan kebangsaan merupakan
sesuatu yang merujuk pada sifat atau ciri-ciri dari sebuah komunitas yang
disebut dengan bangsa. Menurut beberapa ahli,
kebangsaan adalah sifat dari sebuah komunitas bangsa yang memiliki sesuatu yang
unik. Keunikan tersebut terletak pada kesatuan masing-masing perasaan yang
dimulai dari tataran komunitas dalam lingkup
yang sempit hingga komunitas besar yang kemudian disebut dengan bangsa.
Karakter kebangsaan masing-masing komunitas bisa ada karena adanya persamaan
nasib, karakter, maupun sejarah.
Sedangkan rasa kebangsaan bisa ada karena merujuk pada sebuah kesadaran
terhadap komunitasnya yang bersatu. Kesadaran tersebut memiliki tingkatan yang
lebih tinggi dalam memaknai pembentukan nasionalisme.
Pengertian nasionalisme dari satu ahli dengan ahli yang
lain berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, kemudian muncul gagasan-gagasan
tentang nasionalisme yang berbeda-beda. Adanya perbedaan dalam memaknai gagasan
tersebut maka beberapa ahli melakukan pengkajian. Beberapa ahli memandang
nasionalisme adalah paham yang unik.
Keunikan dari nasionalisme tergambar dari ketotalitasan sebuah kondisi dalam
wadah bangsa yang tidak mempedulikan akan ketidakadilan, penjajahan, penghisapan yang mungkin terjadi.
Menurut Tonnies (Dhakidae, 2001) ketotalitasan didasarkan
pada kesetiakawanan, persaudaraan, kekeluargaan, dan mungkin persamaan bisa
tergabung di dalamnya.
Beberapa ahli telah mengemukakan teori tentang
nasionalisme dengan berbagai latar yang berbeda-beda, diantaranya Karl
Friedrich von Savigny dengan Historical
School-nya bahwa setiap bangsa memiliki semangat yang unik, yaitu semangat
kebangsaan (Volksgeist). Semangat
kebangsaan inilah yang dipandang unik sehingga harus menjadi prinsip pembangunan sebuah negara. Nasionalisme
yang digagas Savigny ini mengungkapkan bahwa nasionalisme ini bukan sesuatu yang
abstrak universal tapi sesuatu yang jelas dan khusus. Anderson (2001)
berpendapat bahwa nasionalisme berlandaskan persatuan dari komunitas-komunitas
yang dibayangkan. Kesatuan ini disatukan oleh sebuah persaudaraan yang setara
sehingga menciptakan entitas yang utuh. Nasionalisme terbentuk dari kesamaan
stimulus sehingga perasaan kebangsaan yang terbentuk adalah sama. Sementara itu
Smith (1991) memberikan pengertian nasionalisme adalah kualitas dan integritas
kesadaran nasional warga bangsa, atau suatu bangsa definisi nasionalismenya
dengan menyatakan bahwa nasionalisme ada sebelum lahirnya bangsa karena sudah
ada dalam diri etnis yang kemudian mendorong mereka untuk membentuk negara
sendiri.
SEJARAH
NASIONALISME DI INDONESIA
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa nasionalisme bukan menjadi barang baru bagi bangsa Indonesia. Banyak karya-karya baik tulisan maupun penelitian yang membahas tentang sejarah nasionalisme di Indonesia. Dasar kebangsaan Indonesia yang telah disampaikan oleh Soekarno dalam pidato lahirnya Pancasila juga membahas tentang nilai-nilai nasionalisme. Ketika membahas tentang sejarah nasionalisme kita dapat melakukan penelusuran jauh ke belakang lagi dengan kajian yang dilakukan oleh Dhont, (2005), tentang bagaimana benih-benih nasionalisme di Indonesia mulai bergelora ketika era pergerakan nasional (periode 1920-an) yang pada saat itu adalah sebagai wujud dari adanya sebuah sistem politik yang diterapkan oleh pemerintah hindia belanda yaitu sebuah sistem politik etis yang kemudian pada akhirnya menjadi salah satu bukti bahwa nasionalisme telah ada di Indonesia. Di sisi lain kita juga dapat melihat apa yang telah dipaparkan oleh Niwandhono (2011) bahwa nasionalisme jauh telah ada sejak adanya kebudayaan Indis. Namun, dari beberapa pemaparan tentang sejarah nasionalisme yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut, ternyata secara eksplisit ada sebuah kesepakatan bulat yang menyatakan benih- benih nasionalisme ataupun faktor-faktor pembangun nasionalisme adalah karena terjadi sebuah penjajahan sebelumnya pada suatu komunitas bangsa.
Perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia kalau
meminjam istilah yang telah disampaikan oleh Kahin (2013) yang menyatakan
pertumbuhan embrionya berjalan
secara laten memang bisa dirasionalkan. Dari beberapa catatan sejarah yang ada
dikatakan bahwa nasionalisme sudah ada di Nusantara sejak kerajaan Majapahit
berkuasa. Semangat nasionalisme
pada saat itu telah digelorakan oleh Maha Patih Gajah mada dengan visi
globalisasinya yaitu yang terkenal dengan istilah “Sumpah Palapa” yang
bertujuan untuk menyatukan wilayah Majapahit
dengan seluruh wilayah Nusantara. Melalui kajian yang telah dilakukan
oleh Niwandhono juga dapat merekam tentang jejak-jejak nasionalisme yang ada di
Nusantara, yaitu dimulai dari periode nasionalisme Indis (Indisch Nationalisme). Niwandhono (2011) memberikan sebuah
definisi tentang nasionalisme yaitu,
Nasionalisme Indis adalah suatu kesadaran yang dilatarbelakangi oleh persoalan
yang muncul dalam wilayah orang-orang Eropa atau Indis (sebutan untuk kelompok
masyarakat Eropa di Indonesia yang telah mengalami hibridasi baik secara
biologis maupun sosio-kultural). Perlawanan yang
dilakukan terhadap pemerintah Belanda ini didasari oleh persamaan bahasa dan
leluhur yang dialami oleh orang-orang Indis tersebut.
Untuk memahami seberapa besar pengaruh nasionalisme
Indis yang berlangsung di tahun 1800an terhadap nasionalisme Indonesia. Maka
hal tersebut perlu untuk dijelaskan secara gamblang, mengingat gerakan-gerakan
ini dilakukan oleh para keturunan Belanda dengan gundiknya. Namun yang perlu
diingat adalah unsur hibriditas mereka juga perlu dipertimbangkan, walaupun
mereka tersebut berdarah Eropa tapi secara status dan sosio- kultural mereka
seperti orang pribumi, bahkan Niwandhono (2011) menyebut Indis adalah embrio
dari identitas kebangsaan yang
kemudian disebut Indonesia. Dari nasionalisme Indis ini muncul tokoh-tokoh
seperti Douwes Dekker dan para pendiri Indische
Partij (IP) serta melahirkan tokoh yang disebut tiga serangkai pelopor
nasionalisme (Eduard Douewes Dekker, Tjipto Mangoenkusumo, dan Soewardi
Soerjaningrat). Gerakan ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk menuntut hak
kewarganegaraan mereka di sisi lain gerakan ini juga menjadi sebuah perintis
gerakan oposisi terhadap pemerintah kolonial yang terorganisir. Propaganda yang
dilakukan ini pada akhirnya berdampak luar biasa. Bagaimana tokoh-tokoh
penggerak antara lain Douwes Dekker alias Maltatuli dengan Max Havelarnya, sebuah tulisan yang mengkritik ekploitasi
pemerintah kolonial. Kemudian Soewardi Soerjaningrat dengan tulisan berjudul Als ik eens Nederlander was (andai aku
seorang Belanda) yang mengkritik
perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari
Perancis.
Nasionalisme Indis yang seperti disampaikan di atas
adalah sebuah gerakan yang menjadi awal mula benih nasionalisme Indonesia
memang tepat. Namun, nasionalisme Indis bukanlah satu-satunya yang menjadi
tonggak awal lahirnya nasionalisme di Indonesia. Modernisasi yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap orang-orang jajahannya juga
menjadi faktor pendorong yang besar pula. Berdasarkan dengan adanya modernisasi tersebut
maka lahirlah politik
etis yang membawa perubahan besar yang akhirnya memberikan kesempatan
kepada orang-orang pribumi untuk mengenyam pendidikan baik didalam negeri
maupun ke luar negeri. Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereeniging) yang merupakan wadah perhimpunan
mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang ada di Belanda berhasil menjadi sebuah kawah candradimuka yang pada akhirnya
membentuk nasionalisme bagi orang-orang Indonesia yang di kemudian hari menjadi
tokoh-tokoh pergerakan nasional, sebagai contoh seperti Soewardi Soerjaningrat,
Tjipto Mangoenkosumo, Muhammad Hatta, Sutan Sahjrir, Sutomo, dan Sartono.
Melihat sebuah kajian yang dilakukan oleh Dont, seorang berkebangsaan Belgia
yang menempuh studi di Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa Perhimpunan Indonesia
memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan beberapa
organisasi-organisasi di Indonesia, seperti Algemeene
Studie Club yang berada di Bandung dan Soekarno ada di dalamnya, kemudian Indonesische Studieclub yang berada di
Surabaya. Kemudian Perhimpunan Indonesia juga mempunyai sebuah peran yang
sangat besar terhadap terselenggaranya kongres
pemuda ke II pada tanggal
28 Oktober 1928 yang kemudian lahir sebuah cerita heroik tentang persatuan pemuda yang biasa
dikenal dengan sumpah pemuda.
Beberapa gambaran tentang sejarah nasionalisme yang
telah dipaparkan di atas diperkuat kembali dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kahin, seorang yang berkebangsaan Amerika yang pernah juga menjadi serdadu
pada perang dunia II. Dia mengidentifikasi banyak hal tentang perkembangan
nasionalisme sejak Hindia- Belanda. Penelitian yang dilakukan sejak tahun 1948
ini semakin menguatkan bahwa nasionalisme adalah antitesis dari sebuah
penjajahan (2013). Dari penelitian ini terungkap fakta bahwa bangsa Indonesia
tidak hanya dijajah oleh kongsi dagang VOC dan pemerintah kolonial saja, namun
secara bersamaan juga oleh Cina dan bangsa Indonesia lainnya yang diwakili oleh
kaum ningrat. Dalam Fakta sejarah tersebut cukup jelas menyebutkan bahwa VOC datang
karena ketertarikan dengan rempah-rempah yang terdapat di Maluku hingga terjadi
berbagai monopoli di sektor ekonomi. Ketika pemerintah Belanda turut campur
tangan karena terjadi ketidakstabilan ekonomi di internal VOC, eksploitasi
sumber daya manusia maupun alamnya semakin menjadi- jadi. Dengan siasat
menguasai para kaum ningrat inilah Belanda dapat menguasai para petani beserta
tanahnya tanpa menghadapi gejolaknya. Di sisi lain Belanda membawa orang-orang
Cina sebagai mitra dagangnya.
Kondisi menggambarkan bahwa rakyat Indonesia yang
disebut sebagai pribumi, meminjam istilah dari Kahin, benar-benar mengalami
isolasi ekonomi, sosial, dan psikologis. Wajar penggambaran tersebut
diutarakan, melihat sistem tanam paksa,
pajak tanah, kewajiban menyerahkan hasil panen, terisolasi dari pasar
dan perlakuan semena- mena oleh penjajah begitu menjatuhkan nasib orang-orang pribumi kedalam dasar kesengsaraan. Praktik-praktik
feodalistik semacam itu terus-menerus dilakukan sebagai
upaya pemerasan sebesar-besarnya untuk menunjang perekonomian Belanda yang di
Eropa sedang menghadapi era industrialisasi dan sangat membutuhkan daya kapital
yang luar biasa. Di wilayah Hindia-Belanda sendiri
praktik “penjilatan” yang dilakukan oleh kaum ningrat yang menjadi antek-antek
Belanda memang dibuat sedemikian rupa, karena selain sebagai agen agitasi
Belanda kepada orang-orang pribumi, mereka juga dijanjikan akan kedudukan dan
kekuasaan. Isolasi ekonomi, sosial, dan psikologis sekali lagi jelas terpampang
dari uraian tersebut.
Tidak harus kita melihat cara-cara
represif pemerintah kolonial Belanda sebagai bentuk kekejian yang mutlak. Benih
nasionalisme inilah yang tersemai karena pembatasan- pembatasan politis yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Memang serakah, namun di sinilah titik
balik yang kemudian akan membangun kesadaran nasional dan membentuk jiwa-jiwa
patriotik yang dimulai dari patriotik lokal hingga menjadi sebuah patriotik kesatuan. Dibukanya interaksi antara orang-orang pribumi dengan
pemerintah kolonial Belanda membuat orang-orang pribumi ini, khususnya petani, melek mata melihat sebuah ketimpangan
dan kesenjangan ekonomi, sosial
maupun kultural dengan para kaum
penjajah. Kesadaran ini mengakibatkan
orientasi individualistik yang mulai terjadi penerimaan-penerimaan gagasan nasionalisme dikalangan
petani. Hal tersebut sangat besar dipengaruhi oleh pergantian sistem
eksploitasi ekonomi secara tidak langsung seperti sistem tanam paksa menjadi
sistem usaha bebas yang dikelola secara langsung, banyak sektor dalam kehidupan
agraris mulai berhubungan dengan orang Belanda maupun kekuatan ekonomi Belanda
(Kahin, 2013, pp. 56–57).
Kesadaran akan kekuasaan politik dan ekonomi Belanda
membangun jiwa nasionalisme. Kesepakatan di awal bahwa nasionalisme dibentuk
atas kesamaan nasib, karakter, kultural maupun sejarah. Dalam kesepakatan ini
melalui penelusuran dari penelitian Kahin yang mengambil objek kajian
nasionalisme Indonesia telah dibuktikan. Kahin (2013, p. 55) menyatakan awal mula nasionalisme Indonesia
tidak dapat diperkirakan. Awal
nasionalisme Indonesia merupakan fase yang baru mulai disuarakan dan
diorganisir pada dasawarsa kedua abad ke-20. Terdapat lima unsur yang membuat
pertumbuhan nasionalisme Indonesia. Pertama,
tingginya homogenitas keagamaan di Indonesia. Dengan komposisi hampir 90
persen penduduk Indonesia beragama Islam, akan mudah membangun solidaritas.
Selain untuk menangkal kristenisasi, Islam yang berdiri tipis diatas kebudayaan
Hindu-Budha dan mistisme Jawa, semakin mempermudah penerimaannya di tataran
rakyat, khususnya rakyat Jawa; Kedua, sikap
superioritas orang- orang Belanda
yang tidak mau disamakan dengan orang pribumi dalam berbahasa menjadi faktor
integrasi penting lainnya. Perkembangan bahasa persatuan (lingua franca) yang digunakan adalah bahasa Melayu mampu
menghancurkan solidaritas- solidaritas sempit dalam nasionalisme Indonesia; Ketiga, dengan dibentuknya majelis
perwakilan tertinggi bagi orang Indonesia yang disebut Volksraad, mampu mengorganisir gerakan-gerakan kebangkitan nasional
meskipun banyak yang berpendapat posisi Volksraad
tidak begitu berpengaruh di mata pemerintah kolonial Belanda; Keempat, perkembangan radio dan surat
kabar menjadi saluran untuk penyebaran gagasan nasionalisme.
Beberapa study club yang berdiri,
misal: Perhimpunan Indonesia membuat surat kabar yang diberi nama Oetosan Hindia untuk menyebarkan
nasionalisme dan sebagai alat propaganda politik; Kelima, adanya rangsangan oleh mobilitas geografis gagasan maupun
penduduk. Dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat sebagai akibat dari pola
organisasi ekonomi maupun fasilitas transportasi abad ke-20 di Indonesia,
mobilitas ini begitu berpengaruh sebagai faktor penyebab integrasi.
Penyemaian benih-benih nasionalisme telah
dilakukan begitu hebat dan lama serta telah mengalami berbagai kondisi yang
memungkinkan nasionalisme itu lenyap oleh kekuasaan kolonial, namun sejarah
menjadi saksi akan keteguhan bangsa Indonesia akan persamaan nasib telah mampu
menahan gempuran penjajah. Dimulai dari berkembangnya nasionalisme Indis yang juga menyokong tumbuhnya nasionalisme
Indonesia dan kemudian dengan dikeluarkannya politik etis, nasionalisme yang
digagas oleh intelektual muda yang kemudian menjadi tokoh pergerakan menjadi
sebuah dinamika sejarah nasionalisme Indonesia. Proklamasi 17 Agustus 1945
adalah salah satu bukti sejarah perkembangan
nasionalisme yang telah berada pada level yang lebih tinggi, lahirnya Pancasila
turut menjadi saluran perkembangan dan transformasi nasionalisme untuk bangsa
Indonesia. Ide persatuan yang disampaikan Soekarno dalam pidato lahirnya
Pancasila, semakin mempertegas bahwa nasionalisme adalah sebuah keniscayaan
bagi bangsa Indonesia dengan melihat bangsa ini merupakan serangkaian
heterogenitas yang berdiri atas persamaan, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
SIMPULAN
Nasionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena dengan nasionalisme yang tinggi
sebuah bangsa dapat berdiri tegak dan memiliki sebuah jati diri yang kuat.
Nasionalisme merupakan sesuatu yang harus diperhatikan oleh setiap elemen bangsa dalam setiap perjalanan bangsa tersebut,
begitu pula dengan Indonesia. Indonesia memulai istilah nasionalisme jauh
sebelum Indonesia terbentuk.
Ketika membicarakan tentang
sejarah nasionalisme Indonesia tentu kita tidak boleh melupakan salah satu
pembentuk nasionalisme Indonesia yaitu orang-orang Indis. Dalam sejarah
nasionalisme sering hanya dikaitkan dengan para tokoh-tokoh kemerdekaan saja,
atau kita hanya memandang nasionalisme hanya terpaku pada sudut kecil yaitu tokoh. Padahal
kalau kita kaji lebih jauh ternyata banyak faktor yang akhirnya membentuk
nasionalisme Indonesia. Seperti yang telah digambarkan di atas bahwa nasionalisme Indonesia tumbuh jauh sebelum Negara Indonesia tertentu, seperti
“sumpah palapa” yang digelorakan oleh Maha Patih Gadjah Mada yang bertujuan
untuk menyatukan nusantara, kemudian lahirnya nasionalisme Indis yang dilakukan
oleh orang darah Eropa yang
mengalami hibridasi dengan bangsa
pribumi. Nasionalisme Indis tentu memberi peran penting bagi lahirnya
Nasionalisme Indonesia, karena munculnya nasionalisme Indis merupakan bentuk
dari penolakan dari adanya kolonialisme yang akhirnya melahirkan beberapa
produk yang akhirnya membantu membentuk
nasionalisme. Kemudian politik Etis Pemerintah hindia Belanda yang pada
akhirnya melahirkan Perhimpunan Indonesia juga sangat memberikan pengaruh terhadap nasionalisme Indonesia. Kemudian dengan beberapa peristiwa tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa nasionalisme adalah alat untuk penolakan adanya
penjajahan atau sebagai antitesis sebuah penjajahan tersebut.
Langkah strategis ke depan bangsa Indonesia harus
menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme yang lebih kuat kepada generasi muda penerus bangsa ini ke
depan. Karena akibat dari lunturnya nilai-nilai nasionalisme mengalami berbagai
macam masalah. Bangsa Indonesia
mengalami berbagai macam masalah mulai dari kekerasan, isu SARA, serta
masalah-masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Masalah-masalah tersebut tentunya
terjadi dari lunturnya nilai-nilai nasionalisme.
Di sisi lain generasi muda bangsa ini malah mengalami berbagai macam masalah
seperti adanya tawuran antar pelajar, masalah narkoba, seks bebas dan lain
sebagainya. Akibat dari beberapa masalah tersebut seakan memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia seakan keluar dari
jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki keberagaman dan kesantunan. Dengan
menumbuhkan sikap nasionalisme yang lebih kuat kepada generasi muda maka bangsa
Indonesia akan bisa keluar dari berbagai macam masalah yang dialami, karena
kalau kita berkaca dari sejarah generasi muda selalu menjadi sebuah pelopor
berubahnya bangsa ini mulai dari jaman kolonialisme sampai era reformasi.
Dengan menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi maka bangsa Indonesia
kedaulatan yang kuat dan pada akhirnya bangsa Indonesia bisa mewujudkan
cita-citanya yaitu sebuah Negara
yang adil dan makmur.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. (2001). Imagined communities: Komunitas-komunitas terbayang.(Terj). (O. I. Naomi, Trans.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist.
Dhakidae,
D. (2001). Sistem sebagai totalisasi, masyarakat warga, dan pergulatan
demokrasi. In S. Sularto (Ed.), Masyarakat
warga dan pergulatan demokrasi (pp. 3–29). Jakarta: Kompas Gramedia.
Dhont, F. (2005).
Nasionalisme baru intelektual Indonesia
tahun 1920-an. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kahin, G. M. (2013). Nasionalisme dan revolusi Indonesia. (D.
Anggraeni, I. Adilah, & T. Agrippina, Eds., Tim Komunitas Bambu, Trans.).
Depok: Komunitas Bambu.
Niwandhono,
P. (2011). Yang ter (di) lupakan: kaum
Indo dan benih nasionalisme Indonesia. Yogyakarta: Djaman Baroe.
Smith, A. D. (1991). National identity. University of
Nevada Press.
0 Response to "Nasionalisme 2"
Posting Komentar