Ergonomi Perpustakaan

PELAYANAN PRIMA

Pelayanan prima adalah pelayanan yang berkualitas. Penilaian kualitas pelayanan menurut konsumen didasari pada 5 indikator yaitu: tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Kelima indikator tersebut dijadikan 5 dimensi untuk mengukur dan menilai suatu kualitas pelayanan, yaitu:

1.TANGIBLE (Bukti Langsung/Bukti Terukur)
Tangible adalah sesuatu yang mudah untuk diukur. Meliputi fasilitas penampilan fisik seperti gedung dan ruangan dari depan gedung sampai ruang dan sarana lainnya yang menggambarkan fasilitas fisik, perlengkapan, dan tampilan dari perpustakaan. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perpustakaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pustakawan. Secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pemustaka dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:32). Sedangkan indikator dari bukti langsung atau tangible dalam penelitian yaitu :

a.Fasilitas yang ada terjaga baik seperti ruangan ber-AC, tempat duduk yang nyaman, kondisi perpustakaan yang bersih.
b.Penggunaan komputerisasi dalam segala pelayanannya sehingga lebih cepat dan praktis.
c.Koleksi yang ada dapat memenuhi harapan pemustaka

Contoh :
Ketika suatu perpustakaan memberikan pelayanan terbaik untuk para pemustakanya, maka pelayanan yang diberikan oleh pustakawan itu selain pada kualitas koleksi yang ditawarkan juga berupa pelayanan yang lain yang tidak dapat secara kasat mata dilihat oleh pemustaka, seperti keramahan pelayannya seperti mengucapkan salam ketika pemustaka datang, dan lain sebagainya yang sebenarnya tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan secara langsung oleh pemustaka tersebut. Sedangkan bukti langsung yang dilakukan perpustakaan untuk pemustakanya misalnya pada perpustakaan tersebut memberikan pelayanan pada pemustaka yang semisal meliputi fasilitas fisik dari koleksi yang ditawarkan itu sendiri. Tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, tersedianya sarana komunikasi, serta kerapian penampilan pustakawannya.

2.RESPONSIVENESS (Daya Tanggap)
Responsiveness yaitu respons atau kesigapan pustakawan dalam membantu pemustaka dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, meliputi kesigapan pustakawan dalam melayani pemustaka, kecepatan pemustaka dalam menangani permintaan informasi, dan penanganan keluhan pemustaka dan kesediaan untuk membantu pemustaka serta memberikan perhatian.

Responsiveness, atau daya tanggap yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pemustaka, dengan penyampaian informasi yang jelas. Definisi daya tanggap (responsiveness) menurut Tjiptono (2007) yaitu keinginan para staf dan pustakawan untuk membantu para pemustaka dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Sehingga dimensi kualitas daya tanggap ini di dalam sebuah perpustakaan harus benar-benar diwujudkan secara baik agar pemustaka merasa dihargai atas tanggapan atau respons dari perpustakaan atas segala keinginan dari pemustaka. Indikator daya tanggap atau responsiveness dalam penelitian ini yaitu :

a.Pustakawan melayani dan menanggapi pemustaka dengan cepat dan tepat
b.Pustakawan memberikan pengarahan dengan bijaksana dan sebaik-baiknya kepada setiap pemustaka untuk mengikuti aturan yang diterapkan perpustakaan.
c.Pustakawan melayani, mengarahkan, membujuk pemustaka ketika menghadapi permasalahan yang sulit dan membantu memberikan informasi yang dibutuhkan.

Respons yang dimaksud sebaik-baiknya cara perpustakaan dalam menerima entah itu permintaan, keluhan, saran, kritik, keluhan, dan sebagainya atas koleksi atau bahkan pelayanan yang diterima oleh pemustaka. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respons positif (Parasuraman, 2001).

Contohnya :
Ketika perpustakaan menanggapi keluhan, saran atau permintaan yang dilayangkan pemustaka dengan segera dan sebaik-baiknya maka respons positif juga akan ditunjukkan pemustaka terhadap pustakawan. Dapat dimisalkan pada perpustakaan saat mendapat keluhan dari pemustaka karena suatu hal tertentu maka perpustakaan harus memberikan pelayanan dengan menanggapi keluhan tersebut dan meresponsnya sesuai dengan prosedur yang diterapkan oleh perpustakaan. Namun apabila pemustaka tersebut kurang mengerti dengan berbagai prosedur perpustakaan maka tugas dari pustakawan yang menanggapi keluhan tadi memberikan pengertian secara jelas dan bijaksana atau memberikan alternatif pilihan sehingga jangan sampai terkesan perpustakaan mempersulit dengan berbagai peraturan yang mengada-ada dan keluhannya tidak ditanggapi selayaknya.

3.EMPHATY (Empati)
Empati yaitu meliputi rasa peduli/perhatian untuk memberikan kemudahan dalam melakukan hubungan, kemampuan pustakawan untuk berkomunikasi yang baik, dan usaha perpustakaan memahami kebutuhan pemustakanya. Dimensi ini merupakan gabungan dari dimensi acces (akses) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan seperti kemudahan saluran komunikasi yang lancar dan mudah, lokasi fasilitas mudah dijangkau, dan waktu pelayanan yang tidak terlalu lama. Dan mencakup kepedulian serta perhatian individual kepada para pemustaka.

Definisi empati dalam pemasaran menurut Nursodik (2010) adalah perhatian secara individual yang diberikan perpustakaan kepada pemustaka seperti kemudahan dalam menghubungi pustakawan, kemampuan pustakawan untuk berkomunikasi dengan pemustaka, dan kebutuhan pemustakanya.
Indikator empati atau empathy adalah :

a.Prosedur pelayanan perpustakaan yang tidak berbelit-belit dalam melayani setiap kebutuhan pemustaka.
b.Pelayanan perpustakaan, pustakawan mudah untuk dihubungi oleh pemustaka.
c.Pustakawan mengetahui dan merespons dengan ramah, sopan, dan cekatan apa keinginan pemustaka.

Di mana suatu perpustakaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pemustaka, memahami kebutuhan pemustaka secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pemustaka (Zethmal, Parasuraman dan Berry dalam Lupiyoadi, 2001: 148).

Empathy (empati) berkaitan dengan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi, dan kemampuan memahami kebutuhan pemustaka. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001: 40).

Sedangkan Zoeldhan (2012) mengatakan bahwa empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Empati membutuhkan adanya saling mengerti satu sama lain antara pustakawan atau pemustaka agar tercipta suatu hubungan yang seimbang atau selaras dalam perpustakaan tersebut. Intinya dalam setiap pelayanan yang dilakukan sangat diperlukan adanya kehadiran empati terhadap segala hal di dalamnya.

Contohnya :
Ketika pemustaka membutuhkan pelayanan apapun dari perpustakaan maka perpustakaan memberikan suatu pelayanan yang sebaik-baiknya dengan berbagai prosedur yang ada. Sedangkan pemustaka yang minta dilayani juga seharusnya memahami dan mengerti dengan berbagai kondisi yang ada di perpustakaan dengan tidak memaksakan kehendak yang berlebihan sehingga tercipta hubungan yang saling mengerti antara perpustakaan dengan pemustaka.

4.RELIABILITY (Keandalan)
Reliability yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. Reliability (keandalan), merujuk kepada kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan handal. Dalam melayani pemustaka sebaik-baiknya dan akhirnya bisa memberikan suatu kepuasan kepada pemustaka tak bisa terlepas dari kehandalan atau reliability dari perpustakaan tersebut dalam menunjukkan kualitas terbaiknya sehingga pemustaka merasa puas dan tidak merasa keliru telah menggunakan koleksi dari perpustakaan tersebut. Sedangkan definisi kehandalan atau reliability itu sendiri menurut Parasuraman (2001) adalah setiap pustakawan memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut. 

Indikator dari kehandalan atau reliability yaitu :
a.Jam operasional pelayanan perpustakaan yang panjang (08.00-17.00).
b.Pustakawan yang handal dan cekatan dalam melayani pemustaka.
c.Pustakawan mampu atau menguasai penggunaan teknologi secara baik yang ada di dalam perpustakaan.

Kehandalan yang dimaksud dapat meliputi bagaimana kualitas kinerja pustakawan, kehandalan dalam menggunakan keterampilan mereka saat melayani pemustaka, dan sebagainya. Sama halnya ketika Zoeldhan (2012) mengatakan bahwa kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pustakawan yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang diterapkan sesuai dengan keterampilan yang mereka punya, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja yang ada. Uraian teori di atas merupakan bentuk kualitas layanan dari kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan dengan kehandalan pemberi pelayanan.

Contohnya :
Kehandalan atau reliability di sini dapat dimisalkan pada perpustakaan. Mereka menunjukkan kehandalan mereka dengan bagaimana bekerja dengan perangkat yang ada di perpustakaan dan menunjukkan kualitas terbaiknya kepada pemustaka, mulai dari bagaimana kehandalan para pustakawannya mengolah keterampilan yang mereka miliki dan sebagainya. Dari situ pemustaka akan merasa bahwa perpustakaan yang mereka kunjungi pantas dengan keprofesionalannya. Semakin baik reliability atau kehandalan yang dilakukan Perpustakaan, maka semakin tinggi kepuasan pemustaka.

5.ASSURANCE (Jaminan)
Assurance meliputi kemampuan pustakawan atas pengetahuan terhadap koleksi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf pustakawan. Asuransi adalah keinginan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti/substitusi kerugian-kerugian besar yang belum terjadi (Abbas Salim, 2007:1).

Sedangkan indikator untuk jaminan atau assurance,yaitu :
a.Perpustakaan memberikan jaminan atas koleksi yang tidak ada atau cacat, dan memberikan alternatif lain untuk koleksi yang diperlukan.
Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan para pustakawan perpustakaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pemustaka kepada perpustakaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

Menurut Zeithmal dan Bitner (1996) mengungkapkan bahwa dimensi assurance atau jaminan merupakan gabungan dari dimensi :
a.Kompetensi (competence) adalah keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki para pustakawan untuk melakukan pelayanan.
b.Kosopanan (courtesy) adalah meliputi keramahan, sikap, perhatian para pustakawan.
c.Kreadibilitas (creadibility) adalah meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perpustakaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.

Perpustakaan sekarang ini harus benar-benar memperhatikan assurance dan juga merupakan salah satu bentuk dimensi dari kualitas pelayanan yang sasaran akhirnya berupa kepuasan pemustaka atas koleksi dari perpustakaan tersebut.

Contohnya :
Pada suatu perpustakaan yang seharusnya menawarkan banyak hal di dalamnya yang salah satunya adalah informasi yang dibutuhkan pemustaka. Perpustakaan tersebut mencoba bagaimana caranya agar pemustaka merasa puas dari koleksi perpustakaan tersebut dengan berbagai pelayanan yang handal dan jaminan yang jelas tentang berbagai hal termasuk mencari solusi lain apabila informasi yang dibutuhkan tidak ditemukan dalam perpustakaan tersebut.

Dari berbagai uraian di atas bahwa betapa pentingnya memperhatikan assurance atau jaminan dalam suatu perpustakaan yang fungsinya untuk menumbuhkan rasa percaya akan berbagai hal atas koleksi atau jasa yang ditawarkan oleh perpustakaan tersebut sehingga tercipta kualitas pelayanan yang diharapkan.
Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pustakawan yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pustakawan yang memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan. (Margaretha, 2003:201). 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ergonomi Perpustakaan"

Posting Komentar